
Oleh : Romi Siska Putra, M.Si
Hal yang menarik untuk mengawali tulisan ini adalah hasil polling yang dilakukan oleh majalah terbitan AS Foreign Policy bekerjasama dengan majalah terbitan Inggris Prospect baru-baru ini. "Sepuluh besar tokoh intelektual paling terkenal di dunia dalam polling pembaca tahun ini semuanya Muslim, " tulis Foreign Policy. Polling ini dilakukan majalah Foreign Policy dan Prospect hampir sebulan penuh. Sekitar 50 ribu pembaca memberikan suaranya pada salah satu dari 100 daftar tokoh yang diberikan kedua majalah tersebut.
Tiga urutan teratas diisi oleh Fethullah Gülen, Muhammad Yunus, dan Syaikh Yusuf al-Qaradawi. Hal yang terpenting untuk dilihat lebih jauh adalah apa yang menjadi faktor keterkenalan itu. Majalah Foreign Policy dalam penjelasannya menulis, Gülen adalah tokoh ulama Islam yang paling berpengaruh karena memiliki jaringan global. Gülen, bagi pengikut gerakannya dianggap pemimpin yang memberikan inspirasi, yang mendorong kehidupan Islam yang moderat di Turki. Berikutnya Muhammad Yunus, nama beliau mulai mencuat setelah menerima Nobel karena jasa-jasanya mengembangkan industri kecil di negerinya, Bangladesh. Sedangkan tokoh cendikiawan Muslim Syaikh Yusuf al-Qaradawi, beliau adalah pengisi acara populer Shariah and Life di televisi Al-Jazeera. Qaradawi sering mengeluarkan berbagai fatwa setiap minggunya untuk berbagai hal, mulai dari fatwa tentang hukum mengkonsumsi alkohol bagi Muslim hingga fatwa tentang perlawanan terhadap pasukan penjajah AS di Irak, " tulis Foreign Policy. Salah satu tokoh cendikiawan Muslim yang bukunya mulai ramai bertebaran di Indonesia adalah Dr. Amr Khalid asal Mesir, berada di peringkat keenam. Ia menjadi tokoh pilihan publik karena sangat karismatik dan menyampaikan ceramah keagamaan dengan gaya yang kasual. Khalid dikenal dengan pesan-pesan yang memadukan antara integrasi budaya dan kerja keras dengan ajaran-ajaran tentang bagaimana menjalani kehidupan yang Islami.
Hasil polling ini tentu saja merupakan kabar yang sangat positif bagi peradaban Islam, terutama bagi para intelektual Muslim di dunia, khususnya di Indonesia. Mungkin saja bukan sebatas itu, harapannya akan menjadi inspirasi dan membangkitkan ghiroh intelektualitas bagi kalangan intelektual Muslim yang lain untuk menunjukkan karyanya. Hasil polling ini juga menarik untuk diapresiasi karena, pertama polling ini diadakan oleh media barat. Media barat selama ini, tidak cukup seimbang dalam menyampaikan informasi tentang Islam dan dinamika yang ada di dalamnya. Dalam konteks metodologis, obyektifikasi yang dilakukan penuh dengan tendensi dan bias kepentingan ideology tertentu. kedua, respondens melibatkan banyak orang yang multi keyakinan di dunia. Artinya, ini adalah penilaian oleh publik dunia. Ketiga, masuknya tokoh intelektual Muslim dalam 10 besar dari 20 orang tokoh intelektual dunia yang di survey oleh majalah tersebut. Tanpa memperdebatkan metodologi yang digunakan, tapi majalah ini benar-benar berani memaparkan pada publik hasil dari polling ini.
Namun meninjau lebih kritis dari hasil polling ini setidaknya ada beberapa catatan penting untuk kita simak, yaitu :
pertama, Tiga tokoh intelektual Muslim yang berada pada tiga posisi teratas dari hasil polling tersebut adalah representasi dari Islam moderat. Islam ditampilkan sebagai sebuah agama yang bisa berdampingan hidup dengan penganut-penganut yang berada di luar Islam. Hal ini juga menjelaskan bahwa Islam jauh dari image sebagai agama yang radikal, apalagi menjadi inspirasi untuk melakukan tindakan terorisme. Sebagaimana wacana yang berkembang di barat, bahkan di Indonesia sendiri bahwa dalang teroris sering dikaitkan dengan keyakinan mereka terhadap Islam. Maka kemunculan tokoh-tokoh tersebut menjadi sangat penting untuk dibahas lebih jauh. Fethullah Gülen dikenal sebagai inspirator bagi umat Islam di Turki bagaimana menghadirkan kehidupan Islam yang moderat. Sedangkan Syaikh Yusuf Qorodhawi adalah intelektual Muslim yang fatwa-fatwanya hampir bisa diterima oleh berbagai kalangan dalam umat Islam, walaupun beliau dengan sangat berani mengeluarkan fatwa penentangannya terhadap agresi militer Amerika Serikat (AS) terhadap Irak, bahkan juga politik Israel. Negara-negara yang selama ini dikenal memiliki pengaruh besar dalam politik internasional, dan menjadi arus kuat dalam mengendalikan kebijakan politik internasional saat ini.
Kedua, ketiga tokoh diatas adalah representasi dari orang-orang yang memiliki pengaruh yang riil dalam menyelesaikan persoalan umat, bahkan umat manusia pada umumnya. Mungkin inilah profil yang disebut oleh Prof. Kuntowijoyo sebagai intelektual profetik. Intelektual yang bisa melakukan peran-peran pencerahan kepada umat (liberasi), pembebasan umat dari ketertindasan (humanisasi), dan tidak congkak dengan apa yang mereka temukan tapi justru meningkatkan pengakuannya terhadap kekuasaan Tuhan (transedensi) Kita bisa melihat sosok Muhammad Yunus misalnya. Profesor ini memutuskan untuk keluar dari “dunia teori” di kampus ini berhasil mengukir prestasi spektakuler dengan keberhasilannya memberantas kemiskinan di Bangladesh. Metodologi yang digunakannya menjadi luar biasa ketika ia berhasil menangkap dengan baik kekuatan yang dimiliki orang-orang yang lemah secara ekonomi tersebut. Gebrakannya ini ternyata berbuah dengan dianugrahkannya nobel di bidang ekonomi karena keberhasilannya tersebut. Hal yang tidak jauh berbeda juga dilakukan oleh Fethullah Gülen sebagai tokoh aktivis gerakan Islam di Turki. Figurnya sebagai tokoh Islam moderat seakan begitu berarti negara Islam yang sekuler seperti Turki. Sedangkan Syaikh Yusuf Qorodhawi adalah intelektual Muslim yang sangat produktif dalam memproduksi gagasan ke-Islaman yang moderat dan menjadi inspirasi bagi gerakan Islam dari berbagai belahan dunia. Bahkan, berbagai bukunya telah banyak diterjemahkan dan tersebar di belahan dunia Islam, Indonesia misalnya.
Ketiga, bisa jadi orang-orang yang berada diluar Islam tidak melihat mereka sebagai seorang intelektual Muslim. Keberadaan mereka bisa jadi adalah representasi dari orang-orang yang memiliki pengaruh dalam memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan. Namun, bagi umat Islam, karya-karya mereka sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari tanggungjawab intelektualnya sebagai seorang Muslim yang shalih. Bukankah shiroh Rasulullah dan para sahabat telah menjelaskan bahwa munculnya tokoh-tokoh intelektual Muslim waktu itu adalah ekpresi dari keyakinan mereka terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber Ilmu yang pasti.
Keempat, kemunculan tokoh-tokoh tersebut seharusnya menjadi kritikan bagi intelektual-intelektual Muslim yang ada saat ini. Tentu saja dalam hal ini konteksnya adalah Indonesia. Saat ini, tidak sedikit intelektual Muslim yang memutuskan untuk menghamba pada kekuasaan dan seakan tidak mau tahu dengan beban ekonomi yang dialami oleh umat. Masih ingat dalam benak kita, berjejernya nama-nama intelektual Muslim yang mendukung kebijakan kenaikan BBM (pertama kalinya) oleh pemerintahan SBY-JK. Bukankah keberadaan intelektual Muslim seharusnya dekat dengan persoalan yang dialami oleh umatnya, bukan berada di menara gading (kekuasaan) belaka. Sungguh ironis.
Akhirnya, penting untuk mengapresiasi keberhasilan para intelektual Muslim diatas. Kehadiran mereka penting untuk menjadi reduktor untuk image Islam sebagai agama teroris, radikal, dan semacamnya. Harapannya polling ini menjadikan publik barat bisa berpikir lebih obyektif tentang (umat) Islam. Kesadaran seorang Muslim terhadap Islamnya justru menghadirkan dirinya bagian solusi dari kompleksnya persoalan kemanusiaan saat ini. Islam bukanlah musuh bagi siapapun, seperti yang dituduhkan oleh Samuel Huntington dalam bukunya The Clash of Civilization. Bagi kaum Muslimin, kehadiran Islam adalah rahmat bagi alam ini. Semoga ini menjadi awalan yang baik untuk menjadikan bumi ini menjadi damai, tanpa perang dan pertumpahan darah, mendikte negara lain dengan alasan apapun.
Wallahu a’lam bishowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar