Minggu, 07 September 2008

Satu Abad Kebangkitan Nasional : Momentum Revitalisasi


Oleh : Romi Siska Putra, M.Si


Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pada pukul sembilan pagi, STOVIA (School tot Opleiding van Inlahdsche Artsen), tempat yang menjadi markas bagi para mahasiswa berdiskusi pada waktu itu, seakan telah ditakdirkan sebagai salah satu bagian terpenting dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Pada kesempatan itu, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka. Semangat itulah yang memaksa lahir sebuah organisasi yang mereka sebut dengan Boedi Oetomo. Momentum yang kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Organisasi yang sebenarnya tidak bisa dilepaskan sebagai respons terhadap kondisi bangsa yang dijajah oleh Belanda pada waktu itu.
Tepat tanggal 20 Mei 2008 ini, 100 tahun sudah momentum bersejarah itu diperingati. Waktu 100 tahun bukan waktu yang pendek bagi perjalanan sejarah umat manusia. Waktu yang didalamnya terjadi retorika berbagai macam perubahan. Hal yang penting untuk dimaknai dari kelahiran Budi Utomo adalah representasi dari kecintaan mereka terhadap nasib masa depan negeri ini. Budi Utomo seakan menjadi lokomatif untuk menggerakkan kesadaran politik rakyat Hindia Belanda waktu itu.
Oleh karena itu, 100 tahun Kebangkitan Nasional ini menjadi sangat penting untuk merevitalisasi sense of belong kita terhadap negeri ini. Perasaan yang bisa jadi akan menjadi sangat rumit dalam kesemrawutan kondisi Negara saat ini. Kondisi dimana moralitas politisi kita jauh dari keteladanan, ironis untuk membicarakan keberpihakan pemimpin terhadap rakyatnya. Kondisi dimana pemimpin negeri menjadi antek-antek kepentingan pemodal asing. Negeri yang kaya tapi dikuasai oleh asing. Sungguh berbahaya kondisi saat ini, ketika Negara seakan tidak ada gunanya bagi rakyatnya.
Kebijakan pemerintah seakan tak peduli lagi dengan realitas yang dialami rakyatnya. Rakyat kecil dipaksa untuk menanggung beban Negara, namun para politisi begitu nyaman dengan kemewahan yang dimilikinya. Para koruptor kelas berat seperti BLBI yang merugikan triliunan uang Negara dengan bebasnya menikmati kehidupan mewahnya. Ironis memang. Negeri ini menjadi surga bagi mereka yang berkuasa dan mereka yang mampu bersembunyi dibawah ketiak penguasa. Namun, negeri ini seakan menjadi neraka bagi rakyat jelata, padahal kelahiran penguasa sungguh tidak bisa dilepaskan dari peran rakyat jelata. Belum lagi rakyat gelisah dengan kenaikan harga bahan-bahan pokok, pemerintah justru menaikkan harga BBM. Persoalannya menjadi sangat lucu ketika kebijakan untuk menaikkan BBM ini didalihkan atas nama kepentingan rakyat.
Generasi Muda Revolusioner
Gerakan mahasiswa selalu menjadi harapan bagi setiap negeri. Peran mereka begitu sentral ketika rezim tak pernah lagi memikirkan rakyatnya. Gerakan mahasiswa ’66 berhasil meruntuhkan kegagalan rezim orde lama,. Gerakan mahasiswa ’98 pun juga berhasil menjatuhkan dinasti orde baru. Namun, kondisi menjadi ironis ketika mantan aktivis mahasiswa tersebut berkuasa, ternyata juga tidak menjadi bagian dari solusi dari kesemrawutan negeri, dan tak lebih dari perpanjangan kegagalan rezim sebelumnya. Bahkan lebih parah lagi.
Akhirnya, menjadi sangat penting untuk kembali memikirkan kembali akan lahirnya generasi muda pada masa yang akan datang. Setidaknya ada dua hal yang sangat penting untuk ditumbuhkan pada generasi muda saat ini, yaitu : pertama, Membentuk generasi muda yang memiliki kepribadian politik yang kuat. Kepribadian politik adalah orientasi yang terbentuk dalam diri generasi muda untuk membangun negeri ini. Pada level inilah, pola pengkaderan menjadi sangat penting. Proses indoktrinasi menjadi persoalan yang tidak bisa ditawar. Didalamnya terkonstruksi nilai-nilai kebenaran. Nilai inilah yang akan menjadi ”tembok baja” idealisme bagi generasi muda pada masa yang akan datang. Kepribadian yang akan membentuk imunitas diri terhadap godaan kekuasaan dan materi. Kedua, membangun kesadaran politik pada diri pemuda. Kesadaran ini tidak bisa dilepaskan dari terbentuknya kerpibadian politik. Kesadaran politik itu didalamnya ada berbagai macam kesadaran, yaitu, kesadaran gerakan, kesadaran ideologis, kesadaran akan problematika bangsa dan negara ini.
Dua hal ini sangat penting untuk melahirkan generasi muda yang memiliki mentalitas yang kuat untuk mempertahankan idealismenya. Pengkaderan ini akan melahirkan generasi muda yang revolusioner. Generasi-generasi yang akan menjadi harapan bagi negeri ini. Mereka mengerti bagaimana cara berpihak kepada rakyatnya. Mereka mengerti makna kemandirian sebuah bangsa.
Kebangkitan Nasional dalam Konteks Otonomi Daerah
Walau bagaimana pun, kita saat ini berada dalam era otonomi daerah. Era dimana terjadi desentralisasi kekuasaan, dimana daerah diberikan otoritas yang luas untuk membangun daerahnya. Oleh karena itu, penting untuk memformulasikan semangat kebangkitan nasional dalam konteks otonomi daerah ini.
Ada beberapa formula yang harus dilakukan sebagai bagian dari semangat yang pertama kali dicetuskan oleh Budi Utomo pada 100 tahun yang lalu, yaitu : pertama, revitalisasi peran pemerintah daerah. Walaupun otonomi daerah sudah lama bergulir, ternyata tidak semua harapan yang menjadi kenyataan. Pada satu sisi, otonomi daerah harus diapresiasi sebagai kemajuan bagi perkembangan demokrasi di negeri ini. Namun, pada sisi lain, tidak banyak daerah yang berhasil membuktikan keberpihakannya pada kepentingan rakyat. Tidak sedikit kepala daerah yang menjadi terdakwa tindak korupsi, tidak sedikit para birokrat yang terbukti “merampok” uang rakyat. Fakta ini, seakan membuktikan bahwa kepentingan rakyat tersubstitusi oleh kepentingan segelintir yang memiliki otoritas kekuasaan. Oleh karena itu, revitalisasi peran pemerintahan daerah harus diwujudkan dengan beberapa hal berikut ini, yaitu : menjadikan birokrasi yang melayani kepentingan rakyat, menciptakan anggaran yang berbasis pada kebutuhan rakyat, dan melahirkan kebijakan-kebijakan yang bisa menyelesaikan persoalan rakyat. Pada tataran yang lebih konkrit, misalnya, lahirnya kebijakan pendidikan yang murah dan terjangkau, pelayanan kesehatan gratis, pengentasan kemiskinan dan pengangguran, dan sebagainya.
Kedua, Pilkada, harus menjadi seleksi kepemimpinan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat. Kepemimpinan yang bisa menjadi lokomotif untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik (good governance), bersih, dan peduli pada nasib rakyatnya. Kepemimpinan yang bersih dari kontaminasi rezim orde baru, kepemimpinan yang terlepas dari kepentingan sekelompok golongan (partai politik, elit pusat, dan semacamnya).
Akhirnya, 100 tahun Kebangkitan Nasional ini harus menjadi momentum yang tepat bagi berbagai elemen bangsa ini untuk merevitalisasi sense of belong terhadap negeri ini. Negeri ini sudah terlalu lelah dengan politisi yang hanya memikirkan kelompok dan dirinya. Negeri sudah bosan dengan pemimpin yang hanya berpihak pada kepentingan asing.
Bangkitlah bangsaku…!!!!

Tidak ada komentar: