Senin, 01 September 2008

Ada tawa Seger di sebelah kandang kambing

Oleh : Romi Siska Putra, M.Si

Siang itu sekelompok mahasiswa S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM sedang saling menunggu di gedung yang cukup tua itu –gedung itu sering disebut dengan gedung PAU. Gedung tua adalah symbol kejayaan dan kerakyatan kampus UGM, gedung yang melingkar dan ditengahnya ada taman itu begitu sederhana, anda jangan bayangkan dengan gedung UGM yang sebelah utara yang sangat megah itu. Kemegahan gedung utara itu seakan meluluhlantakan citra UGM sebagai kampus yang merakyat, tidak salah kemudian temen-temen aktivis lebih memilih untuk menyebut kampus besar ini dengan kampus kapitalis, bukan tanpa alasan karena UGM yang sekarang memang tidak bisa dinikmati oleh semua orang –untuk tidak menyebutkan kampusnya orang berduit. Begitulah UGM saat ini, trus orang bilang jangan bangga masuk UGM karena untuk masuk UGM ngga pake otak lagi tapi pake uang, kalau ngga punya otak tapi ngga punya uang jangan berharap bisa masuk UGM karena keburu sudah dipesan sama yang punya uang, makanya kalau masuk UGM minimal punya banyak uang syukur-syukur anda punya otak.
Kembali ke gedung tua di utara yang sederhana itu, tempat aku dan kawan-kawan beradu wacana, saling beragumentasi, dan juga tempat saling bercanda itu. Konon karena kelasku dan kawan-kawan berada di sayap timur, jurusan pun memberi nama dengan sebutan East Wing alias sayap timur –untuk meniru penyebutan nama di gedung pemerintahan Amerika sana, maklum juga karena dosennya memang banyak lulusan Amerika dan tidak salah referensi politiknya pun juga Amerika, Negara yang dianggap paling demokratis itu?-. East Swing kalau tidak salah untuk menyebutkan Security Council-nya Amerika, sebuah lembaga tink tank untuk merumuskan kebijakan Sang Presiden.
Sekelompok mahasiswa itu akhirnya bertemu semua, karena yang menunggu sudah kedatangan yang ditunggu. Setelah itu, tanpa banyak bicara mereka pun bersiap-siap menuju sebuah desa kecil di kecamatan Ngaglik, Sleman. 15 menitan ternyata cukup untuk mencapai desa tersebut, dan yang dituju sebuah rumah di tengah desa yang memang sebelumnya kita observasi sebagai keluarga yang paling miskin di desa tersebut. Agak sedikit nyasar, akhirnya mereka menemukan sang rumah yang dicari. masyaAllah….kumuh, berantakan, sebuah bangunan terbengkalai, yang bisa jadi belum pernah mereka temui selama ini, maklum mereka adalah orang-orang yang selama ini hidup mapan, fenomena ini lah yang pertama mereka saksikan dari sang rumah itu. Mereka memberanikan diri untuk menemui sang pemilik rumah, tapi ternyata yang mereka temui hanya seorang pemuda dengan wajah seperti habis bangun tidur atau memang terbangunkan dari tidurnya karena kedatangan mereka itu. Tubuh dengan baju yang agak lusuh, dan wajah yang agak lemes itu pun dengan sedikit malu atau tidak percaya diri menyambut mahasiswa-mahasiswa itu. Kemiskinan, yach..ini adalah salah satu fenomene kemiskinan, begitulah kira-kira kesimpulan sementara yang mereka ambil.
Waktu pun terus berjalan, satu dari mereka mengajak pemuda itu bercengkrama, dan yang lain sengaja untuk melihat kenampakan yang ada di sekita rumah tersebut. Yang jelas kesan kumuh sudah mereka tangkap, sanitasi yang tidak sehat, berantakan, tapi kawan-kawan mahasiswa itu pun bertanya-tanya di balik rumah peyot nan kumuh itu ternyata ada kandang kambing lengkap dengan isinya beberapa kambing. Pertanyaan yang muncul di benak mereka pun terjwab ketik pemuda itu bilang, “ itu bukan milik kami, Mas, kami hanya diminta untuk memelihara dan nanti kami akan dapat upah,” katanya. Ooh begitu….(dengan serentak mereka menyahut ucapan pemuda yang ternyata anak dari sang pemilik rumah).
Beberapa waktu kemudian, di sela-sela pembicaraan sekelompok mahasiswa tadi dengan mahasiswa itu, terdengar bunyi motor tua dari sebelah barat yang berangkutkan segumpalan besar jerami yang seakan menelan sang pembawa motor. Sekelompok mahasiswa itu pun segera menyambut dengan penuh rasa sok akrab mereka menyalami bapak yang sudah berumur tua itu. Bapak tua itu pun sambil senyum dan ramah mempersilahkan mereka memasuki rumahnya dengan cukup percaya diri. Dubrak…!!!! Ruangan 6x3 m2 itu begitu berantakan, dan tampak tempat tidur, ruang tamu, dapur, dan tempat makan menjadi satu tanpa dibatasi apa pun. Barang yang satu saling bertumpukan satu sama lain, yang seakan menegaskan kalau ruang memang berantakan. Sekali lagi dengan percaya diri sang bapak tua bilang, “ yach..rumah saya cuman begini mas, tapi sebenarnya ini juga bukan rumah saya apalagi tanahnya karena semua ini adalah milik kas Desa, yach…numpang lach Mas,” begitu kata beliau. Ooh ngga papa Pak, santai aja,” sekelompok pemuda itu saling bersahutan.
Perbincangan pun dimulai, dari keadaan rumah sampai keluarga pun terkuak dalam waktu setengah jam itu. Keluarga itu dalam ceritanya adalah salah satu keluarga yang mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sekitar 1,2 juta. Itu pun katanya sudah habis untuk kebutuhan sehari-hari. Perbincangan yang cukup lama itu pun berakhir, sekelompok mahasiswa itu sudah mengambil kesimpulan kalau rumah itu adalah keluarga Miskin yang berada di tengah perumahan yang cukup elit itu. Karena mahasiswa-mahaswa itu memang sedang lagi melakukan studi kasus dalam kuliah kemiskinan yang ditugaskan dosennya itu.
Kemiskinan memang tidak bisa terlepaskan dari keluarga itu, hidup susah walaupun harus kerja keras untuk mencari sesuap nasi dalam sehari, tapi toh tetap saja keceriaan, canda, dan tawa tampak begitu lepas dari bapak tua itu ketika bercengkrama dengan sekelompok mahasiswa itu. Yach…bapak tua itu bernama Bapak Seger. Tawanya tetap lepas di sebelah kandang kambing itu walaupun beliau sadar kalau hidup mereka susah. Mungkin dalam hatinya sudah terpatri, “la tahzan…pertolongan Tuhan selalu ada dan dekat,” mungkin begitu kira-kira bahasa tubuh yang beliau sampaikan pada tamunya yang mahasiswa itu.

ku tulis di kontrakanku di Dusun Krikilan, Desa Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogykarta
25 September 2007
aku adalah salah satu dari sekelompok mahasiswa itu,
selain Mas Arbu dan Mbak Erni dari pulau Borneo sana.

Tidak ada komentar: